ASKEP
PADA PASIEN DENGAN RETENSIO URINE
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sehat adalah suatu keadaan yang
masih termasuk dalam variasi normal dalam standar yang diterima untuk kriteria
tertentu berdasarkan jenis kelamin, kelompok penduduk dan wilayah ( WHO, 1957).
Dalam era globalisasi segala upaya ditujukan untuk dapat meningkatkan kualitas
manusia Indonesia. Peningkatan kesehatan masyarakat harus dimulai dari
peningkatan kesehatan keluarga. Hal ini tidak mungkin dapat terwujud tanpa
perbaikan dan peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia, maka dibutuhkan
petugas kesehatan yang memiliki keterampilan ketelitian dan kecakapan dalam
merawat klien dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam kesempatan
ini, penulis membahas tentang perawatan pasien dengan retensio urine,karena
pasien dengan retensio urine merupakan hal penting yang harus ditangani dan
dibutuhkan keterampilan, ketelitian serta kecakapan dalam merespon
keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien.
B. Tujuan
1. Tujuan umum Untuk meningkatkan
wawasan dan kemampuan tenaga kesehatan serta masyarakat sebagai gambaran nyata
dalam asuhan keperawatan pada klien retensio urine dan incontinensia urine.
2. Tujuan khusus a.Sebagai bahan
masukan untuk mengembangkan program pendidikan dimasa-masa mendatang. b.Sebagai
bahan masukan atau tolak ukur keberhasilan dalam program pendidikan kesehatan
c.Sebagai bahan kajian dalam hal memberikan asuhan keperawatan pada klien
retensio urine.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. RENTENSI URINE
1. Definisi Retensio urine adalah
kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta
Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam akndung kemih,
dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995).
Retensio urine adlah ketidakmampuan
untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal
tersebut. (Brunner & Suddarth). Retensio urine adalah sutau keadaan
penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk
mengosongkannya secara sempurna. (PSIK UNIBRAW).
2. Etiologi Adapun penyebab dari
penyakit retensio urine adalah sebagai berikut:
a. Supra vesikal berupa kerusakan
pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi T12 L1. Kerusakan saraf
simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada
operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya
miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa
sakit yang hebat.
b. Vesikal berupa kelemahan otot
detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau penyakit neurologist,
divertikel yang besar.
c. Intravesikal berupa pembesaran
prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil, tumor pada leher vesika,
atau fimosis.
d. Dapat disebabkan oleh kecemasan,
pembesaran porstat, kelainan patologi urethra (infeksi, tumor, kalkulus),
trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
e. Beberapa obat mencakup preparat
antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat antidepressant antipsikotik
(Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin hidroklorida = Sudafed),
preparat penyekat β adrenergic (Propanolol), preparat antihipertensi
(hidralasin).
3. Patofisiologi
Pada retensio urine, penderita tidak
dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah
suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio urine
dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas,
kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa
dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi
menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya
sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak
adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan
otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate,
tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi
urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian
distensi abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan
darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine
menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan
lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter
anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik. Dari semua factor di atas
menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi
abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi urethra
4. Tanda dan gejala Adapun tanda dan
gejala atau menifestasi klinis pada penyakit ini adalah sebagai berikut:
a.Diawali dengan urine mengalir
lambat.
b.Kemudian terjadi poliuria yang
makin lama menjadi parah karena pengosongan kandung kemih tidak efisien.
c.Terjadi distensi abdomen akibat
dilatasi kandung kemih.
d.Terasa ada tekanan, kadang terasa
nyeri dan merasa ingin BAK. e.Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.
5. Pemeriksaan diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostic yang
dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai berikut: Pemeriksaan
specimen urine. – Pengambilan: steril, random, midstream. – Penagmbilan umum:
pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit. – Sistoskopy, IVP.
6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai berikut: a.
Kateterisasi urethra. b. Dilatasi urethra dengan boudy. c. Drainage suprapubik.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
RETENSIO URINE 1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan umum - Riwayat
kesehatan keluarga - Riwayat kesehatan klien
c. Riwayat kesehatan sekarang -
Bagaimana frekuensi miksinya - Adakah kelainan waktu miksi - Apakah rasa sakit
terdapat pada daerah setempat atau secara umum - Apakah penyakit timbul setelah
adanya penyakit lain - Apakah terdapat mual muntah atau oedema - bagaimana
keadaan urinya - Adakah secret atau darah yang keluar - Adakah hambatan seksual
- Bagaimana riwayat menstruasi - Bagaimana riwayat kehamilan -Rasa nyeri d.
Data fisik Inpeksi : seluruh tubuh dan daerah genital Palpasi : pada daerah
abdomen Auskultasi : kuadran atas abdomen dilakukan untuk mendeteksi bruit -
Tingkat kesadaran - TB, BB - TTV e. Data psikologis Keluhan dan reaksi pasien
terhadap penyakit Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit Persepsi pasien
terhadap penyakit f. Data social, budaya, spiritual Umum : hubungan dengan
orang lain, kepercayaan yang dianut dan keaktifanya dalam kegiatan Pengkajian
keperawatan Tanda-tanda dan gejala retensi urine mudah terlewatkan kecuali bila
perawat melakukan pengkajian secara sadar terhadap tanda dan gejala
tersebut.Oleh karna itu ,pengkajian keperawatan harus memperhatikan masalah
berikut: *Kapan urinasi terakhir dilakukan dan berapa banyak urine yang
dieliminasikan? *Apakah pasien mengeluarkan urine sedikit-sedikit dengan
sering? *Apakah urine yang keluar itu menetes? *Apakah pasien mengeluh adanya
rasa nyeri atau gangguan rasa nyaman pada abdomen bagian bawah? *Apakah ada
massa bulat yang muncul dari pelvis *Apakah perkusi didaerah suprapubik
menghasilkan suara yang pekak? *Adakah indicator lain yang menunjukan retensi
kandung kemih seperti kegelisahan dan agitasi?
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan
radang urethra, distensi bladder.
2. Gangguan pola eliminasi urine
berhubungan infeksi bladder, gangguan neurology, hilangnya tonus jaringan
perianal, efek terapi.
3. Ansietas berhubungan dengan
status kesehatan.
4. Kurang pengetahuan tentang
kondisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal informasi
masalah tentang area sensitife.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan
terpasangnya kateter urethra.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 Nyeri akut berhubungan
dengan radang urethra, distensi bladder.
Tujuan: Pasien menyatakan nyeri
hilang dan mampu untuk melakukan istirahat dengan tenang.
Intervensi :
* Kaji nyeri, lokasi dan intensitas.
* Perhatikan tirah baring bila
diindikasikan.
* Pasang kateter untuk kelancaran
drainase.
*.Kolaborasi dalam pemberian obat
sesuai indikasi, contoh eperidin.
Diagnosa 2 Gangguan pola eliminasi
urine berhubungan infeksi bladder, gangguan neurology, hilangnya tonus jaringan
perianal, efek terapi. Tujuan: Setelah intervensi diharapkan berkemih dengan
jumlah yang normal dan tanpa adanya retensi.
Intervensi:
* Kaji pengeluaran urine dan system
kateter.
* Perhatikan waktu, jumlah berkemih,
dan ukuran aliran..
* Dorong pasien untuk berkemih bila
terasa adanya dorongan.
* Dorong pemasukan cairan sesuai
toleransi..
*Intruksikan pasien untuk latihan
perineal, contoh mengencangkan bokong, menghentikan dan memulai aliran urine..
Diagnosa 3 Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
Tujuan:
* Tampak rileks, menyatakan
pengetahuan yang akurat tentang situasi.
* Menunjukkan rentang tepat tentang
perasaan dan penurunan rasa takutnya. Intervensi:
* Berikan informasi tentang prosedur
dan apa yang akan terjadi, contoh kateter, iritasi kandung kemih..
* Pertahankan perilaku nyata dalam
melakukan prosedur atau menerima pasien..
* Dorong pasien atau orang terdekat
untuk menyatakan masalah / perasaan.. . .
Diagnosa 4 Kurang pengetahuan
tentang kondisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal
informasi masalah tentang area sensitive.
Tujuan:
* Pasien menyatakan pemahaman proses
penyakit.
* Pasien dapat melakukan perubahan
perilaku yang perlu.
* Pasien dapat berpartisipasi dalam
program pengobatan. Intervensi:
* Dorong pasien untuk menyatakan
rasa takut dan atau perasaan perhatian.
* Kaji ulang tanda atau gejala yang
memerlukan tindakan atau evaluasi medik.
* Berikan informasi bahwa kondisi
pasien tidak ditularkan secara seksual.
* Anjurkan menghindari makanan
berbumbu, kopi, dan minuman mengandung alkohol.
Diagnosa 5 Resiko infeksi
berhubungan dengan terpasangnya kateter urethra.
Tujuan:
Mencapai waktu penyembuhan dan tidak
mengalami tanda infeksi. Intervensi:
* Pertahankan system kateter steril,
berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep
antibiotic di sekitar sisi kateter.
* Awasi tanda tanda vital,
perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernafasan cepat, gelisah.
* Observasi sekitar kateter
suprapubik..
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan
hasil analisa dari bab 1 sampai pada bab 3 dapat disimpulkan bahwa : Retensio
urine adalah ketidakmampuan melekukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau
dorongan terhadap hal tersebut atau tertahanya urine didalam kandung kemih.
Klien dengan retensio urine dapat terjadi karena berbagai factor seperti:
Vesikal,berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, pembesaran
porstat, kelainan patologi urethra. Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan
dan Penatalaksanaan pada kasus retensio urine dengan cara : a Kateterisasi
urethra. b. Dilatasi urethra dengan boudy. c. Drainage suprapubik. Sedangkan incontinensia
urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau
terjadi diluar keinginan. Incontinenensia dibedakan atas 3 tipe antara lain: a.
Incontinensia urgensi b. Incontinentia tekanan c. Over flow incontinensia B.
Usul dan saran 1.Bagi perawat agar dapat menunjang kebersihan keperawatan maka
perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan kasus retensio
urine. 2.Perawat hendaknya menerapkan asuhan keperawatan dalam melaksanakan
proses 3.Perlu ada kerja sama antara perawat dan pihak keluarga pasien yang
baik, agar intervensi yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik untruk
mengatasi masalah pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges E. Marilynn, Moorhouse
Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta: EGC. 2.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC. 3. Mansyoer Arif, dkk. 2001. Kapita selekta
kedokteran Jilid 1 Edisi ke tiga. Jakarta: Media Aesculapius. 4.Depkes RI
Pusdiknakes. 1995. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan dan Penyakit
Urogenital. Jakarta: Depkes RI. 5. www. Google.com